Kali
ini ceritanya juga tentang Sepeda, apalagi kalau bukan tentang serunya nge-club
bareng SBY, grup yang kepanjangannya agak maksa yaitu Sepeda buatga ya. Karena memang,
kami memiliki sepeda bukan untuk kebutuhan primer melainkan kebutuhan gaya,
sekaligus untuk promosi go green dan sebagai gaya hidup masyarakat modern. Walaupun
sepeda yang kami miliki bukan dari keringat sendiri, ada yang punya oomnya, ada
yang punya abangnya, sekali lagi, walaupun sepeda minjam, yang penting gaya,
hehe..
Trip
kali ini berawal dari keinginan untuk memberi
contoh kepada grup sebelah, yang juga menggaungkan tentang sepeda, tapi ga
pernah bergerak serta mengekspedisi. Walaupun grup kami tidak ada seragam
khusus, logo, SK apalagi NPWP, tapi gowes tetap jalan, track baru dijelajahi,
ekspedisi tiap bulan dan hasil pengamatan saya sendiri sebagai kabid humas sby
(macam apa aja..) tiap harinya ada saja anggota baru yang mau bergabung,
walaupun mereka hanya liat-liat isi grup, foto atau Tanya jawab, poin yang
ingin di sampaikan adalah, pencitraan sby dikalangan facebokerss sukses berat.
Setelah
tertunda beberapa kali, akhirnya disepakati tanggal 8 April, sebagai tanggal
ekspedisi ke air terjun kuta malaka. Ada tujuh member yang ikut serta, 6
diantaranya adalah sudah terbukti kejantanannya dan satu lagi ijal, member baru
yang coba menantang alam. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, mulai dari start di salah satu tempat
tongkrongan favorit, Dhapu kuphi sekitar jam 9 kami berangkat menuju samahani,
daerah dimana air terjun berada. Di tengah perjalanan kami singgah di Sibreh,
salah satu Sparta, bang umam. Oiya.. Sparta itu julukan buat member yang suka
ekspedisi dan track downhill, suka standing dan jumping trus ga takut lecet
atau kotor sepedanya, dan mau merogoh kocek lebih dalam demi gaya bersepeda,
hehe (aseli hiperbola). Intinya Sparta itu adalah sby, tapi tidak semua member
sby Sparta.
Sekitar
setengah jam kami istirahat di rumah bang umam, sambil menyantap boh giri, atau
jeruk bali dan Alhamdulillah ayah bang umam nan dermawan menghadiahkan 3 buah
jeruk bali untuk kami bawa ke air terjun. Setelah semuanya siap, dan persediaan
air sudah di isi ulang, kami langsung
bergegas menuju samahani. Mulailah kami keluar dari jalan raya antar
provinsi menuju track downhill alias bebatuan dan tanah. Mulai terasa paha
pegal dan lemas, karena tanjakan yang luar biasa, ditambah cuaca yang
menyengat. Terhitung beberapa kali kami melakukan pits stop.
Namun
semua lelah, panas, pegal hilang ketika kami melintasi anak sungai. Nah,
bayangkan ketika sudah panas, lelah dan pegal anda bertemu dengan anak sungai
yang airnya jernih, bersih dan segar. Wuiiiih… yang pertama saya lakukan
adalah, menggayuh sepeda secepat mungkin melintasi anak sungai tersebut,
sehingga dengan kecepatan penuh tadi ketika ban sepeda meluncur di air, maka
tercipratlah air tersebut bagaikan di film2 laga, wuiiihhh… saya berteriak
kencang. Saya ulangi lagi, sehingga terekam dalam kamera. Luar biasa… unforgettable
lah..
Rupanya
itu bukan satu satunya anak sungai yang kami lewati, ada sekitar 5 anak sungai
yang kami lalui, dan selalu saya melakukan hal yang sama ketika melewati anak
sungai tersebut, sehingga basahlah semua badan dan sepeda. Sepeda yang tadinya
bersih, ketika masuk sungai menjadi tambah bersih, namun setelah menanjak
bukit-bukit terjal, ia menjadi kotor kembali.. dan turun lagi ke sungai
sehingga bersih lagi. Kejadian tersebut berulang-ulang dan saya pun kegirangan.
Seperti
yang saya ungkapkan tadi, track menuju kuta malaka dipenuhi bukit terjal, jalan
yang berpasir dan anak sungai. Bukit terjalnya bukan hanya 30 derajat, bahkan
ada yang sampai 45 derajat dan lebih, sehingga kami harus mendorong sepeda
tersebut, dan itu sangat menguras tenaga. Dan kesalahan fatal yang kami lakukan
adalah, kami lupa membeli nasi bungkus ketika berada di jalan antar provinsi,
karena pada saat itu kami berada pada posisi di tengah-tengah antara air terjun
dan jalan raya, sehingga duduklah kami di salah satu bukit sambil meratapi
nasib, kelaparan. Bahkan ada yang berkhayal, seandainya ada pohon yang berbuah
nasi bungkus, pasti akan segera di petik, ada juga yang berkata, seandainya ada
sepeda motor yang mau dipinjami untuk beli nasi ke jalan raya pasti akan
menyenangkan. Dan semua fatamorgana itu muncul.
Bukit
demi bukit kami lewati dengan sisa tenaga yang ada, dengan persediaan air yang
terbatas, bahkan ada yang mengambil air sungai, menaruh di botol minumannya dan
meminumnya (itu saya, hehe) karena memang pada saat itu semua air sudah habis,
dan posisi kami berada diantara bukit tanpa penghuni. Hingga di bukit yang
kesekian ada salah satu member yang sakit perut dan hoyong (nama saya
samarkan), langsung saya sugesti bahwa “ini
tinggal satu bukit lagi” ternyata tidak mempan, saya tambahkan “ di atas sana
ada bidadari yang menunggu” ini agak mempan, hehe.. hingga kami tiba di bukit
yang kami tuju, dan beristirahatlah sejenak disana.
Karena
posisi air terjun hanya bisa dijangkau melalui jalan setapak, kami nekat
membawa serta sepeda masing-masing, karena untuk membuktikan bahwa kami
benar-benar telah sampai di air terjun menggunakan sepeda, kami harus berfoto
di air terjun tersebut beserta dengan sepeda dan gaya masing-masing. Inilah serunya,
track sebelumnya dengan cuaca menyengat dan bukit terjal, sekarang melalui
jalan berlumut memasuki tengah hutan, harus ekstra hati-hati. Sesampainya di
air terjun, disuguhi dengan pemandangan luar biasa, air yang sejuk, semua rasa
lapar, lelah, pegal hilang, yang ada ekspresi ceria karena rekor baru telah
terpecahkan. Kami ingat, tadi ayah bang umam ada memberikan jeruk bali, maka
sambil menikmati suasana air terjun kami menyantap makan siang, yaitu jeruk
bali, yaah.. lumayanlah. Daripada perut kosong. Setelah shalat, mandi dan
foto-foto, kami angkat kaki untuk pulang.
Track
pulang sungguh menantang, karena ketika berangkat kami menaiki bukit, nah waktu
pulang kami menuruni kembali bukit-bukit tersebut sambil melewati anak sungai
yang ada. Jika pergi menghabiskan waktu sekitar 4 jam (sudah termasuk pit stop)
nah pulangnya hanya memakan waktu 30 menit, dan turunannya sangat eksrim. Ban sepeda
saya saja sampai terseret-seret, stang sepeda bergetar, dan punggung kesakitan,
walaupun demikian setiap melewati anak sungai tetap meluncur dengan kecepatan
tinggi (ga semua member melakukannya lho…)
dan diiringi dengan lompatan kecil sambil memegang erat rem depan-belakang. Akhirnya
kami tiba di jalan raya samahani dan langsung mencari warung nasi. Setelah kenyang
kami lanjutkan menuju rumah bang umam di sibreh dan pits stop terakhir kembali
lagi di dhapu kuphi. Setelah menunaikan shalat magrib, kami kembali mengayuh
sepeda menuju rumah masing-masing, dengan diiringi senyum merekah, karena rekor
baru telah terpecahkan..
Malam
penuh lelah…
Setelah
mecahkan rekor baru bersepedah…
No comments:
Post a Comment