Setelah
menjalani dua hari dan tiga malam kegiatan resmi bertemakan ‘summit’ yang
diluar ekspektasi, keceriaan itu pun berlanjut, setelah acara yls di tutup
sambil menunggu angkot yang membawa kami ke simpang dimana bus menuju jakarta
(karena kami di bogor), mulailah kunang-kunang ini bertingkah. Mulai dari
balas-balasan serta adu gombalisme, adu garing hingga saling ejek-mengejek yang
mengundang tawa besar bak bom bali II. Dan tawa itu berlanjut ketika kami sudah
berada di dalam angkot bahkan tawa tersebut makin parah ketika kami berada
dalam bus. Perjalanan dari bogor ke Jakarta yang menghabiskan waktu sekitar 3
jam terasa sangat singkat, ulah parah aktifis berbagai pergerakan ini menyatu
padu ketika berbicara tentang keceriaan. Mereka menawarkan games tipu daya
(permainan kata dan gerak), nyanyian sumbang, cerita ga nyambung sampai tingkah
laku janggal yang kesemuanya lagi-lagi membuat otot-otot pipi sakit dibuat,
karena harus tertawa.
Di
Jakarta kami menumpang di rumah bunda Tatty, seorang Pembina kunang-kunang
seluruh Indonesia, ya.. ia seorang pendiri sekaligus penasehat Forum Indonesia
Muda. Tak ayal, jika ada kunang-kunang dari seluruh Indonesia boleh datang dan
menginap di rumah ini, dan kamipun tak hanya numpang istirahat, termasuk
menumpang makan, bersih-bersih hingga menumpang ketawa. Malam tersebut, ketika
otot sudah member sinyal utk di offkan, ketika pipi kesakitan, ketika mata
sayu, namun bukan namanya aktifis kalau tidur cepat, bukan namanya
kunang-kunang kalau ngumpul ga heboh. Ya.. malam semakin larut tapi kami tetap
terjaga, bermain warewolf, sebuah permainan karakter serta kecerdasan dalam
menebak isyarat kata serta tingkah laku, yang menghanyutkan kami hingga tengah
malam “stay wake up, until drop”, begitulah kira-kira.
Kagum,
itulah kata yang menjadi kesimpulan ketika berinteraksi dengan keluarga bunda
Tatty. Mereka melaksanakan shalat tepat waktu serta berjamaah, dan setiap tamu
muslim yang datang wajib mengimami minimal di salah satu shalat wajib. Walaupun
kami tidur tengah malam, namun subuh berjamaah, dan setelahnya jarang ada yang
tidur. Suami bunda Tatty yaitu Pak Elmier, ternyata ia ceo dari sebuah
perusahaan, hal itu Nampak dari jam kantor pak elmir yang ia tentukan sendiri,
kadang-kadang berangkat jam 9, 10 atau jam 11. Wuiihh.. jadi terhindar dari
kemacetan. Keluarga inipun tak kalah romantis, terpampang foto-foto bahagia
mereka di dinding ruang tamu, di ruang tersebut juga terdapat sebuah piano, dan
pernah di suatu pagi bunda dan pak elmir memainkan piano bersama sambil menyanyikan
sebuah lagu romantic.. ah alangkah syahdunya, bak pengantin baru, aseli…irrriiii…
Kebiasaan
backpackers adalah malam begadang dan siang jalan-jalan, itulah yang kami
lestarikan. Ketika semuanya sudah berkemas, melangkahlah kami untuk pamitan,
tapi mbak jetc salah satu putri pemilik rumah tersebut bertanya kami khususnya
dari Aceh, apakah bisa tari saman, “tolong ajari dong anak2 FIM, mereka ada FIM
TA (traditional art), tapi pelatih samannya gada”, langsung ku iyakan dengan
anggapan bahwa saman=likok pulo dan liriknya memang sudah terposting di blog
ini, jadi tinggal buka lewat browser di hp. Rencana latihan narinya adalah
malam kamis dan dilanjutkan kamis pagi,karena pada saat itu adalah hari senin,
dan kami ingin mengunjungi beberapa kerabat sehingga baru bisa kembali rabu
malam, pun tiket kami ke aceh sudah terboking kamis sore, jadi klop.
Sebelum
berangkat kami diberi wejangan dari pak elmier, bak sarapan pagi bagi nutrisi
wawasan kebangsaan, pak elmier bercerita mulai dari kenapa papua ingin merdeka
diikuti bali, tentang aktifis mahasiswa UI, hingga bunda Tatty menambahnya
dengan cerita kunjungan ke Aceh sampai harus di tawan di daerah Lamno. Kami duduk
manis mendengarkan aksi nyata dua pendekar pemilik rumah tersebut, tidak
disangka, rupanya hampir semua daerah di nusantara sudah dikunjungi oleh
pasangan ini.
Rencana
tiba di UI sekitar jam 9 pagi, berkat siraman materi kami tiba di kampus
tersebut tepat ketika azan zuhur berkumandang, tak enak rasanya melihat muka
sahabatku amalia, fajri, myta sudah menunggu dari pagi. Namun wajah senyum
mereka menyambut kedatangan kami di Mesjid Ukhuwah Islamiah (UI). Keceriaan pun
berlanjut mulai dari makan di warung sekitaran UI, sehingga pemilik warung
marah-marah mendengar lengkingan suara ketawa kami, hingga ke kubah emas daerah
depok. Malam itu kami singgah di rumah fajrie, dan demam warewolf pun kumat, sehingga walaupun
badan rasanya harus di baringkan tapi berhubung kesempatan langka, malam-malam
pun menjadi saksi permainan seru sekaligus mengasah insting tersebut.
Hari
berganti dan pertualangan terus dilanjutkan, kami mengunjungi kerabat Doni yang
ia kenal ketika mengikuti pelayaran
kebangsaan. Wawan namanya, rupanya ia keluarga berdarah Aceh, orang tuanya dari
aceh, tinggal di Lampulo dan Geuce. Langsung kami disambut dengan kehangatan,
dan ketika ibunda wawan pulang kami langsung berbincang menggunakan bahasa
Aceh, mencoba membahas kondisi lalu dan sekarang, dan malampun ditutup dengan
beristirahat di kasur rumah bang wawan. Ketika matahari menyapa, perjalanan
selanjutnya adalah menuju kota tua, ah.. lagi-lagi, ulah para kunang-kunang
yang loncat kegirangan dan camera pun menangkap gerak mereka, hingga terjadilah
kenangan itu. Tala, mahasiswa Undip asli Tanggerang pun ikut bergabung karena
sepulang dari keluyuran di museum wayang, Fatahillah, Bank Mandiri kami kembali
menuju rumah Bunda Tatty. Tala, bang wawan serta alumni FIM lainnya pun ikut
bergabung berlatih tari bersama.
Walaupun
latihan Saman cukup menguras energy, sahabat-sahabat ku ini seperti punya
kantong energy tambahan, kami lanjutkan dengan warewolf dan permainan jenaka
lainnya, sampai mata ini tak sanggup untuk terjaga lagi karena waktu sudah
menunjukkan jam 2 pagi, subuh pun menyapa dan pak elmier sebelum berangkat ke
kantornya pun mengajak kami bermain wwan (warewolf) lagi, wuiihh… demam ww yang
tak kunjung usai. Jika pembaca heran kenapa games ww begitu favorit dalam
cerita ini, saya akan mengajarkan permainannya kepada anda, dan saya yakin jika
anda cerdas pasti akan ketagihan, haha
Waktu
untuk pamitan pun tiba, setelah berjalan bersama menggunakan jasa bus way,
tibalah kami di station gambir tepat berseblahan dengan monument nasional. Lambaian
tangan mengiringi keberangkatan bus kami ke bandara. Tergoreslah sudah semua
kenangan itu, yang memenuhi memory perjalanan kali ini. Memang tidak semua
kenangan tertulis indah dalam artikel ini, cukup menjadi memory kaya rasa dan
makna dalam benak kami masing-masing.
Sahabat,
terima kasih atas kenangan itu, terutama sahabatku yang menjadi tuan rumah
dalam kunjungan kali ini, fajrie, wawan, amalia dan tala, senang kami bisa merepotkan
kalian. kisah kecerian ini tersimpan dalam memory terbaik, dalam kisah para
pemuda pemikir bangsa namun keceriaannya dapat menghilangkan duka. Teruslah konsisten
shahabat, karena harapan Indonesia ada pada teguh pendiriannya kita, kebersihan
niat perjuangan dan kesungguh-sungguhan pengorbanan kita.
No comments:
Post a Comment